Kontak




Rum Raisin Chocolate Ice Cream (Cerpen Eka Ayu)



“Aku hanya selalu membiarkannya meleleh di mulutku, aku tidak pernah membiarkan seorang pun melelehkannya, hingga saat itu seseorang melelehkannya dengan paksa”.
            Namaku Gania, banyak orang bilang aku sederhana, mempunyai aura anggun seorang perempuan klasik. Begitupun dalam tenggang waktu hidupku selama 20 tahun ini, sejak aku tumbuh menjadi seorang gadis remaja; aku sangat sederhana, tidak macam-macam. Dan aku pikir kesederhanaanku berpengaruh pada seleraku terhadap sesuatu. Aku sangat suka makan ice cream, vanilla ice cream tanpa topping apapun; sangat sederhana untuk era dimana ice cream sudah bisa disajikan dalam berbagai macam rasa. Tapi begitulah aku, sangat cukup dengan merasakan sensasi manis dan dingin dimulut yang disajikan dari sekotak vanilla ice cream. Menggambarkan aku yang cenderung menghindari sesuatu yang tidak biasa aku hadapi. Tidak ingin merasakan rasa yang lain.
            Sudah sejak aku berumur 5 tahun, orang tuaku sering mengajakku datang ke kedai ice cream yang terkenal di kompleks perumahan ini. Dan ketika beranjak remaja, aku punya jadwal tersendiri untuk melahap ice cream favoritku, hampir setiap jam 5 sore aku menyempatkan datang ke kedai ice cream langgananku ini hanya untuk melelehkan dan merasakan manisnya vanilla ice cream di 

mulutku. Hanya itu yang selalu aku pesan dan para pelayan sudah tau itu. Dan aku selalu duduk di tempat yang sama, di lantai atas, di pojok dekat jendela yang sangat besar itu agar aku bisa melihat pemandangan di luar kedai. Pemilik kedai sangat berbaik hati untuk menyediakan tempat itu setiap kali aku datang. Aku merasa begitu spesial dan nyaman di tempat itu J.

            Hingga suatu hari selera di lidahku berubah karena kehadiran seorang laki-laki yang dalam beberapa waktu selalu duduk di tempat favoritku di kedai itu. Saat itu kita berdua selalu duduk di tempat yang sama tanpa ada satu pun kata yang keluar dari mulut masing-masing. Dan itu berlangsung cukup lama. Sebelumnya aku tidak pernah menarik ataupun tertarik untuk mengetahui dunia laki-laki secara intens. Karena aku pikir dengan lebih tau dan mengerti tentang duniaku sendiri itu cukup. Tetapi laki-laki itu datang dengan sesuatu yang lain. Dia memahami duniaku lebih dari aku.

            Saat pertama kali dia bicara, aku tidak terlalu tertarik dengan apa yang dia katakan. Tetapi hari demi hari laki-laki itu bisa membuka batasan-batasan yang selama ini selalu aku jaga dengan baik atau mungkin secara tidak sadar aku sendiri yang telah membuka batasan-batasan itu. Sampai saat itu, dia menawariku ice cream yang selalu dipesannya dan aku tergoda untuk mencoba; rum raisin chocolate ice cream. Aku merasakan sensasi yang berbeda saat suapan pertama terasa meleleh di dalam mulutku. Aku bisa merasakan rasa yang berbeda dari hanya manis yang biasa menempel di lidahku. Aku lenyapkan apa yang telah menjadi sukaku; vanilla ice cream. Aku akan mencoba rasa yang lain.

            Saat itulah aku mulai percaya pada rasa yang diberikan laki-laki itu, begitu spesial karena dialah yang pertama memberikan rasa yang berbeda. Hingga akhirnya kami berdua berbagi berbagai kisah satu sama lain. Dan kami pun selalu berbagi sekotak rum raisin chocolate ice cream yang selalu menemani waktu kita berbagi kisah. Aku menikmati setiap detik yang berjalan bersamanya dan setiap suapan rum raisin chocolate ice cream yang meleleh menemani dalam mulutku. Seperti dalam sebuah lirik lagu, bagiku itu adalah  “Sekotak memori cinta pertama, begitu nikmat terasa sampai ke hati”. Begitu percayanya aku pada laki-laki penggemar rum raisin chocolate ice cream itu.

            Di siang hari yang sangat terik, dia memintaku pergi ke sebuah tempat dengan alamat yang dia kirimkan lewat SMS. Aku pun setuju tanpa ada rasa curiga dalam benakku. Dalam sadarku, aku tiba di sebuah rumah yang sangat nyaman. Dan saat aku masuk, hanya ada sekotak penuh rum raisin chocolate ice cream yang laki-laki itu sediakan untukku. Akupun duduk dengan penuh senyum menatap sekotak penuh ice cream yang bagiku sangat special. Lalu dia datang dengan dua gelas minuman dingin di tangannya dengan senyuman hangat. Pengobat dahaga yang tepat di tengah terik siang hari.

            Tetapi saat aku meneguk penyegar dahaga itu, setelahnya aku merasa duniaku kabur. Aku tersadar dalam lemas. Aku merasakan terbaring di sebuah sofa tanpa bisa melakukan apa-apa. Aku hanya bisa melihat sesuatu yang menyakitkan, senyuman iblis terkembang saat laki-laki itu melucuti segala apa yang menempel di tubuhku. Aku hanya bisa merasakan laki-laki itu melumat tubuhku dengan lembut sebagaimana dia melumat ice cream. Aku hanya bisa melihat bagaimana laki-laki itu menikmati tubuhku dengan senyum terkembang bangga dari bibirnya. Aku adalah tumbal pengobat dahaga birahi laki-laki itu. Aku lemah, aku hanya bisa terbaring pasrah dengan perlawanan yang sangat dalam hatiku. Aku berteriak dalam mulutku yang membeku. Aku hanya bisa melawan dalam diam hingga laki-laki itu selesai melahap habis kehormatan dan kesucian dari mangsanya.

            Aku terkulai lemas, menyesali telah dengan mudah menyingkap batasan-batasan yang selama ini aku jaga dengan baik. Menyesali telah dengan mudah tergoda untuk merasakan rasa yang lain. Aku melihat sekotak rum raisin chocolate ice cream itu telah meleleh disetubuhi suhu yang begitu panas. Begitupun air mataku yang meleleh karena panas amarah yang sangat dalam hatiku. 

Sejak saat itu akupun bisa merasakan kepercayaanku terhadap rasa yang meleleh lalu menguap di udara tanpa sisa. (Gania)


Eka Ayu Wahyuni

0 komentar:

Posting Komentar

 

Kay Aydiia Copyright © 2012 - |- Design template by Zakii Aydia